Kamis, 29 November 2012

no loser!

Aku MUAK!!!!!!!!!!!! tapi tetap tidak akan kalah dengan keadaan. aku berfikir, maka aku ada. maka, haruslah tetap bergerak!!!

Kamis, 22 November 2012

Buka Dulu Bungkusnya!

Seperti memakan hamburger. Tak kan pernah tahu apa rasanya jika belum membuka isinya lalu dimakan. Bagaimana rasa daging yang berlumur mayonise beserta campuran lainnya. Komentar boleh ada jika telah mencobanya. Sama seperti pengabdian kali ini. Mungkin saja dulu saat aku masih menjadi santri, tak terhitung bagaimana konsep kehidupan menjadi seorang guru, mahasiswa, juga pembimbing dalam segala aspek dapat terjalani dalam sekali waktu dan di dalam satu jasad. Entah mengkritik ataupun memuji. Sepertinya berat, terlihat susah, terkadang asal-asalan, hingga aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana aku jika menjadi mereka kelak. Dengan diriku yang notabene sangat cuek dengan keadaan sekitar juga ME myself. Suadh berlalu sekitar tiga bulan, ternyata begini ya. Aku sudah merasa memiliki dosa besar dengan kritikanku dulu. Sulit sekali ternyata menjadi seorang mahasiswi istimewa. Pagi mengajar, sore kuliah, belum lagi jika harus menjadi pembimbing di kamar ataupun konsulat. Bukan hanya itu, kita semua juga memiliki kewajiban di sektor masing-masing. Bila waktu ujian dating ataupun tugas dari dosen yang tak pernah berhenti mengalir, kami selalu mencuri-curi waktu senggang di tengah kesibukan dan tanggung jawab tersebut. Bila orang waras mengkalkulasikan segala kegiatan kami itu, rasanya tak mungkin dalam diri anak yang baru saja remaja dibebankan tanggung jawab seperti ini. Buktinya? Tiga bulan ini aku masih hidup, dan bahkan senior-seniorku yang telah lulus sampai sarjana pun masih bisa menghirup oksigen yang sama dengan lingkungan yang berbeda. Sengaja aku menulis ini, bukan karena maksud apapun. Hanya ingin mengingatkan diri, bahwa jangan menilai sesuatu dari tampak luarnya saja. Bila belum merasakan, menggigit, dan mencoba, pendapat terserah anda

Minggu, 18 November 2012

Dikotomi Mimpi

Bersekolah, bahkan besar hingga menjadi dewasa dalam naungan pendidikan ala pondok bukanlah sebuah beban ataupun paksaan. Murni dalam hati dan memang ingin menempa diri. Bukan perkara mudah bila apa yang dirasa kini berbanding terbalik pada mimpi yang kita punya juga kenyataan. Entah hanya perasaan ataupun tidak, dikotomi pendidikan masih juga berlangsung. Antara pendidikan ala pesantren juga pendidikan ala pemerintah. Sempat takut juga ragu untuk tetap meneruskan mimpi ini, karena ini termasuk pilihan yang sulit. Bak makan buah simalakama. Bila tetap dengan apa yang dirasa kini, aku mudah saja untuk tetap tinggal dan terjaga, tapi hidup butuh tantangan, bung! Meski tak menutup kemungkinan bahwa tetap di sini bukan berarti tak ada tantangan. Dalam hatiku kini hanya tertambat satu hal. Berani untuk memilih dengan segala resiko yang akan datang nantinya. Entah harus berkorban umur yang diburu oleh deadline, materi yang tak sedikit, juga kekuatan untuk sosialisasi pada hal yang menurutku lebih baru lagi. Bismillah..... anak dengan basic agama pun tetap dapat meraih mimpinya, meski wanita.